RSS
Write some words about you and your blog here

KESENJANGAN EKONOMI

A. KESENJANGAN SI KAYA DAN SI MISKIN

Beberapa waktu lalu The New Economics Foundation (NEF) meneliti hubungan pertumbuhan pendapatan per kapita dengan proporsi atau share dari pertumbuhan tersebut yang dinikmati oleh kaum miskin. Hasil riset lembaga yang berkedudukan di Inggris tersebut menunjukkan bahwa pada dekade 1980-an, dari setiap kenaikan 100 dolar AS pendapatan per kapita dunia, maka kaum miskin hanya menikmati 2,2 dolar AS, atau sekitar 2,2 persen. Artinya, 97,8 persen lainnya dinikmati oleh orang-orang kaya.

Kemudian, antara tahun 1990 hingga 2001, kesenjangan tersebut makin menjadi-jadi. Setiap kenaikan pendapatan per kapita sebesar 100 dolar AS, maka persentase yang dinikmati oleh orang-orang miskin hanya 60 sen saja, atau sekitar 0,6 persen. Sedangkan sisanya, yaitu 99,4 persen, dinikmati oleh kelompok kaya dunia. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan share kelompok miskin sebesar 70 persen.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa perekonomian dunia saat ini cenderung bergerak kepada ketidakseimbangan penguasaan aset dan sumber daya ekonomi, yang menjadikan kelompok kaya menjadi semakin kaya, dan kelompok miskin semakin miskin.

Padahal menurut Chapra (2002), salah satu masalah utama dalam kehidupan sosial di masyarakat adalah mengenai cara melakukan pengalokasian dan pendistribusian sumber daya yang langka tanpa harus bertentangan dengan tujuan makro ekonominya. Tanpa adanya keseimbangan proporsi ini, akan timbul permasalahan di masyarakat. Misalnya, karena punya banyak uang, maka para orang kaya mempunyai pola konsumsi yang tinggi (dan itu sah menurut hukum maupun berdasar kemampuannya, dan tidak mengganggu orang lain). Kita lihat saja para orang kaya apabila mengunap di hotel, kamar yang dipesan tentulah di atas Rp. 1 juta per malam. Konsumsi semalam ini sama dengan gaji sebulan pekerja sekelas supervisor/mandor. Ini belum pengeluaran lain orang kaya seperti makan, pakaian, transportasi, hiburan, dan lain-lain.

Dilihat secara makro ekonomi, jumlah konsumsi orang-orang kaya akan mempengaruhi jumlah konsumsi secara agregat. Nah, ketika terlalu banyak proporsi sumber daya yang dialokasikan untuk konsumsi, maka tabungan dan tingkat investasi yang ada, bisa jadi tidak cukup untuk dapat mewujudkan kesempatan kerja penuh (full employment) dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal.

Oleh karena itu, kesenjangan antara si kaya dan si miskin harus selalu diperkecil. Ekonomi Syariah (lebih dikenal dengan Ekonomi Islam) memberi perhatian yang sangat besar terhadap masalah ini.


B. ZAKAT MENGURANGI KESENJANGAN

Keseimbangan ekonomi menjadi tujuan di Implementasikan Sistem Ekonomi Syariah. Landasan upaya menyeimbangkan perekonomian tercermin dari mekanisme yang ditetapkan oleh Islam, sehingga tidak terjadi pembusukan-pembusukan pada sektor-sektor perekonomian tertentu dengan tidak adanya optimalisasi untuk menggerakan seluruh potensi dan elemen yang ada dalam skala makro.

Islam mensyaratkan mekanisme zakat dalam perekonomian, serta dukungan dari istrumen sejenisnya seperti infaq, shadaqah dan wakaf. Mekanisme zakat memastikan aktivitas ekonomi dapat berjalan pada tingkat yang minimal, yaitu pada tingkat pemenuhan kebutuhan primer. Sedangkan infaq, shadaqah dan instrumen sejenis lainnya mendorong permintaan secara agregat, karena fungsinya yang membantu umat untuk mencapai taraf hidup di atas tingkat minimum. Selanjutnya oleh negara, infaq-shadaqah dan instrumen sejenisnya, serta pendapatan negara lainnya digunakan untuk mengentaskan kemiskinan melalui program-program pembangunan.

Mekanisme zakat, bersama-sama dengan pelarangan riba, merupakan dua ketentuan orisinil dalam sistem ekonomi syariah. Kedua mekanisme tersebut memiliki fungsi saling mengokohkan sistem perekonomian. Di satu sisi zakat menjaga agar aktivitas ekonomi tetap berjalan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan pokok hidup seluruh masyarakat negara, di sisi lain pelarangan riba – diganti mekanisme bagi hasil – menjaga keseimbangan, keadilan dan kestabilan segala aktivitas ekonomi di dalamnya. Dengan karakter khasnya, ekonomi syariah diperkirakan akan lebih stabil dibandingkan sistem konvensional dengan sistem bunga.

Sistem Ekonomi Syariah tidak terlepas dari seluruh sistem ajaran Islam secara integral dan komprehensif. Sehingga prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah mengacu pada saripati ajaran Islam, bukan mengacu pada pelaksanaan ibadah “ritual” agama Islam. Oleh karena itu pelaksanaan ekonomi syariah bisa dilaksanakan oleh siapa saja tanpa memandang agama yang dianut. Hal itu disebabkan saripati ajaran Islam bersifat universal (Rahmatan Lil Alamin).

Sistem ekonomi syariah tersebut tidak melupakan fitrah manusia. Dimana kebebasan memiliki unsur produksi dalam menjalankan roda perekonomian merupakan bagian penting dengan tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dengan segala potensi yang dimilikinya. Namun demikian, kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas di kendalikan dengan adanya kewajiban setiap indivudu terhadap masyarakatnya. Keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif inilah menjadi pendorong bagi bergeraknya roda perekonomian tanpa merusak sistem sosial yang ada. Keselarasan inilah yang menyebabkan tidak terjadi benturan-benturan dalam implementasinya. Kebebasan berekonomi terkendali menjadi salah satu dari ciri dan Prinsip Sistem Ekonomi Syariah. Berarti masih ada Prinsip lain selain kebebasan ekonomi yang terkendali? Ya, masih ada. Tapi akan kita bahas pada kesempatan lain. Insya Allah.